Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label Manggarai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manggarai. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Desember 2011

Komodo: Jejak Prasejarah Hidup

Tiga komodo bermalas-malasan di bawah dapur
Semenjak namanya Pulau Komodo didaftarkan untuk ikut dalam pemilihan New 7 Wonders, pemerintah Indonesia mulai mendengungkan tentang binatang yang masih menyimpan sisi prasejarah dalam berbagai kesempatan. Salah satu yang bisa dilihat adalah munculnya Komodo sebagai ikon binatang dalam perayaan Sea Games XXVI di Palembang. Media pun tak luput ikut aktif dalam euforia mengkampanyekan Komodo walaupun keberadaan lembaga penyelenggara ini  menuai  kontroversi.
Terlepas dari semua itu, sebagai orang yang cukup lama tinggal di Nusa Tenggara Timur, rasanya kurang lengkap kalau tidak langsung melihat bentuk Komodo dan hanya puas memandangi patung Komodo di Bandara Eltari Kupang atau yang berdiri galak di tengah jalan.
Kesempatan itu datang saat sebuah penugasan yang mengharuskan penulis ke Manggarai Barat. Manggarai Barat ini kabupaten yang memiliki pulau Komodo. Sekitar bulan Desember tahun lalu, penulis dan dua orang rekan menjejakkan kaki di Labuan Bajo, ibu kota dari Kabupaten Manggarai Barat.
Dari Kupang, pesawat yang sedianya berangkat jam dua siang harus lagi-lagi mengalami penundaan sehingga keberangkatan menjadi molor hampir dua jam. Kondisi yang harus dimaklumi jika anda tinggal di wilayah timur Indonesia yang masih minim penerbangan. Walhasil, kami harus berangkat jam empat lewat. Namun keterlambatannya ini juga menjadi berkah tersendiri, karena penulis jadi bisa melihat senja berona jingga dengan gulungan awan-awan yang begitu mempesona di langit barat. Jam lima lewat pesawat mendarat di kabupaten yang berada di paling ujung pulau Flores.
Labuan Bajo berdasarkan foto Google Maps
Sebagai pintu gerbang menuju ke pulau para binatang prasejarah, Manggarai Barat sendiri menyimpan potensi besar bagi pengembangan sebagai daerah destinasi wisata baik yang berkelas lokal maupun kelas mancanegara. Dari daratan Flores saja, beberapa daerah menawarkan pesona alam seperti gua alam Batu Cermin, gua alam Batu Susun, Liang Dara dan Liang Rodak yang semuanya berlokasi di Kecamatan Komodo. Juga terdapat danau Sano Nggoang yang berlokasi di Kecamatan Sano Nggoang. Danau yang tercipta akibat letusan gunung berapi ini (danau vulkanik-red) memiliki kadar belerang yang tinggi. Di sini, juga terdapat sumber air panas yang menurut versi Kepala Bappeda suhunya mencapai lebih dari 60 derajat. Namun tetap, bagian yang menarik perhatian wisatawan mancanegara adalah pantai-pantai berpasir putih, terumbu karang, dan binatang melata komodo yang bernama latin Varanus Komodoensis Ouwen.
Di antara waktu penugasan akhirnya kami mendapatkan saat yang tepat untuk bisa melihat langsung Komodo di habitatnya. Namun terbentur oleh kondisi cuaca di bulan Desember yang nyaris setiap hari turun hujan, sehingga dikhawatirkan laut sering terjadi badai. Akhirnya seorang teman yang juga memiliki usaha penyewaan kapal menawarkan inisiatif mengunjungi pulau Rinca. Menurutnya, pulau Rinca lokasinya lebih mudah dikunjungi dengan jarak yang hanya setengah jarak dari Labuan Bajo ke pulau Komodo. Usulan ini akhirnya kami terima, bahkan teman kami menawarkan sebuah perahu yang dia miliki untuk kami gunakan.
Bertepatan dua hari sebelum keberangkatan, Kepala Kantor juga datang untuk menghadiri acara penandatanganan MOU antara Kepala Perwakilan BPKP Provinsi NTT dengan Bupati Manggarai Barat.
Di anjungan perahu 'Sibanaha'
Pada hari H, pagi-pagi sekali pak Arman yang merupakan pemilik kapal membangunkanku untuk bersiap-siap. Rupanya pagi-pagi sekali dia sudah mempersiapkan perbekalan untuk di kapal. Setelah semua perbekalan beres, kami kemudian menjemput Pak Bonardo yang kebetulan menginap di hotel Jayakarta. Sedikit informasi, walaupun hanya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi NTT namun Manggarai Barat memiliki hotel dan penginapan yang lebih banyak dibanding ibukota NTT sendiri, Kupang. Bahkan di Manggarai Barat ini, saat kunjungan kami telah ada dua hotel berbintang empat yang bahkan belum ada kelas hotel seperti itu di NTT. Hal ini menunjukkan bahwa Manggarai Barat memiliki potensi wisata luar biasa yang sudah mulai dilirik pengusaha.
Kami sedikit terkejut setelah sampai di pelabuhan tempat bersandar kapal, karena perahu yang akan kami pakai ternyata bukanlah perahu biasa. Melihat ukurannya, aku lebih suka menyebutnya sebagai kapal kecil dibanding sebuah perahu. Sebuah kapal pinisi dalam versi kecil dengan dua kamar tidur. Tulisan ‘Sibanaha’ tertulis mentereng di sisi kapal. Di samping geladak yang cukup luas juga terdapat dua buah tempat tidur santi untuk berjemur.
Air tenang bagai cermin raksasa
Jam delapan, kapal pinisi yang kami naiki mulai meluncur ke arah selatan dengan kecepatan yang tidak terlalu cepat. Dengan perahu sebesar ini, ombak menjadi tidak terasa. Apalagi pada saat ini laut pagi sedang tenang sekali seperti biasanya sehingga kami nyaris bagai merasakan membelah udara kosong. Sedikit guncangan kami rasakan saat perahu melewati Loh Liang yang merupakan selat antara pulau Flores dan pulau Rinca.
Namun rupanya ada gangguan di salah satu mesin kapal yang membuat kapal hanya berjalan dengan satu mesin saja. Wal hasil, perjalanan dari Labuan Bajo ke pulau Rinca yang seharusnya cukup ditempuh dalam waktu dua jam saja harus ditempuh dalam waktu empat jam.
Jam dua belas, kami memasuki teluk ke dalam hingga bertemu sebuah dermaga kecil yang bertuliskan ‘Welcome to Komodo National Park Loh Buaya’. Disinilah dermaga pendaratan untuk perahu yang akan ke Rinca berakhir. Dari samping kapal kami melihat dua buah kano panjang berbahan fiber yang dinaiki masing-masing dua turis asing meluncur ke arah bakau. Dari informasi, memang selain untuk melihat Komodo, sering kawasan pulau Rinca ini digunakan wisatawan terutama wisatawan asing untuk melakukan kegiatan kano menyusuri pulau karena di beberapa titik di pulau Rinca memiliki view pantai dan kawasan terumbu karang yang indah.
Monyet menjadi mangsa bagi anak komodo yang masih kecil
Begitu menginjakkan kaki di lantai dermaga maka mata kami langsung disambut oleh kedatangan segerombolan monyet yang datang bergelantungan di pohon-pohon bakau. Mereka tampaknya telah familiar dengan wisatawan yang datang kemari walau pun tidak mau didekati.
Dari dermaga kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju ke pos pemantauan yang tidak berada jauh dari dermaga. Saat dalam perjalanan, kami sempat melihat kerbau dan beberapa burung endemik melintas. Menurut informasi, kerbau ini termasuk kerbau liar karena di kawasan ini tidak terdapat penduduk yang tinggal kecuali petugas pengelola cagar.
Pulau Rinca ini masih masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo sehingga walau terletak di kabupaten Manggarai Barat namun dalam pengelolaannya masih oleh pemerintah pusat.
Dermaga Loh Buaya pintu masuk ke pulau Rinca
Kami sampai di pos pemantauan, di sini berdiri beberapa bangunan termasuk tempat untuk bersantai. Terlihat ada dua ekor komodo yang berukuran agak kecil melintas dari sisi semak-semak di samping kami. Bahkan aku menemukan seorang anak komodo yang masih kecil bersembunyi di antara tumpukan bahan bangunan untuk memperbaiki pos pemantauan. Komodo kecil dengan kulit berwarna cerah dan motif hitam ini merangkak dengan cepat menjauhi saat aku mencoba mendekati untuk mengambil gambarnya. Dari petugas jaga, aku mendapatkan gambaran bahwa komodo-komodo yang masih kecil sampai berumur 3-4 tahun masih lincah bahkan masih dapat memanjat ke pepohonan. Berbeda sekali dengan yang sudah dewasa, di samping kulitnya yang tebal berubah menjadi satu warna saja, Komodo dewasa juga tidak lincah lagi seperti Komodo kecil. Bahkan Komodo dewasa terkesan sangat malas sekali.
Dari sini, kami dibantu olah seorang petugas jaga yang memegang tongkat bercabang masuk lebih ke dalam. Tongkat bercabang ini digunakan untuk menghalau Komodo yang mencoba mendekat.
Tengkorak sisa mangsa komodo yang dikumpulkan
Beberapa meter dari pos jaga kami ditunjukkan sebuah kayu-kayu panjang yang dipanjang berjajar dengan hiasan tengkorak-tengkorak binatang berbagai ukuran. Tengkorak-tengkorak ini ternyata dikumpulkan oleh petugas jaga dari binatang-binatang liar yang dimangsa oleh Komodo. Selain tulang kerbau yang masih lengkap dengan tanduknya juga terdapat tengkorak rusa liar, juga beberapa tengkorak kecil yang rupanya adalah tengkorak monyet.
Di bagian bawah rumah panggung yang menjadi tempat memasak ternyata sudah ada beberapa ekor komodo yang sedang diam bermalas-malasan di bawah kolong. Binatang yang mirip dengan kadal ini tabiatnya memang seperti binatang melata ulat atau buaya yang menghabiskan umurnya dengan bermalas-malasan. Jika sedang bermalas-malasan seperti ini, tak ubahnya kita seperti sedang melihat sebuah patung, nyaris tanpa gerakan sedikit pun. Hanya matanya yang kadang bergerak yang menandakan bahwa kita tidak sedang berhadapan dengan patung. Hanya sekali-kali satu atau dua ekor komodo menggerakan badan.

Anak komodo mengintip di balik semak
Anak komodo di rerumputan
Komodo remaja di antara atap ilalang
Liur yang mengering pada komodo dewasa
Namun jangan mengira dibalik kemalasan sikapnya ini Komodo tidak berbahaya. Jika jarak memungkinkan, dalam sekejap Komodo dapat merubah posisinya dan berlari mengejar mangsanya dalam kecepatan mencapai 20 km per jam. Karena itu sejak awal petugas jaga mewanti-wanti agar kami menjaga jarak dari komodo setidaknya tiga meter. Aku sendiri sempat mendekat hingga jarak satu setengah meter untuk dapat memotret binatang pemalas ini.
Kebiasaan Komodo yaitu berpura-pura tidur dekat genangan air. Ketika ada rusa atau babi hutan yang minum di genangan air tersebut, saat itu lah komodo beraksi.  Dengan kecepatan lari dan ekornya inilah, Komodo akan memukul roboh mangsanya. Gigitan komodo juga memiliki daya bunuh luar biasa, karena dalam air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka.
Dengan lehernya yang besar, memangsa seekor babi hutan cukup hanya dalam hitungan menit karena komodo dengan mudah menelannya saja. Perut seekor komodo yang berumur lebih dari 25 tahun, mampu menampung daging seberat 30 kg. Dengan kondisi demikian, komodo bisa bertahan tidak berburu lagi hingga 1 bulan lebih.
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya
Berat komodo betina dewasa yang berumur 25 tahun lebih yaitu sekitar 65 – 70Kg. Adapun komodo jantan dengan usia yang sama memiliki tubuh yang lebih berat yaitu 100 – 110 Kg dengan panjang bisa mencapai 3,8 m.  Usia komodo rata-rata bisa mencapai 50 – 60 tahun.
Komodo berkembang biak dengan bertelur dengan jumlah hingga 20-30 butir sekali bertelur. Sebelum bertelur, induk Komodo membuat gundukan tanah di bawah pohon. Lubang-lubang tersebut dibuat lebih banyak dari telurnya dengan tujuan untuk mengecoh komodo lain agar tidak mudah menemukan telur. Komodo adalah binatang yang bersifat kanibal, yaitu bisa memangsa jenisnya sendiri terutama jika ukurannya lebih kecil. Bahkan dari sekian banyak telur tersebut akhirnya sebagian besar dimakan oleh induknya sendiri dan hanya tersisa rata-rata 5 – 7 butir telur hingga nanti menetas.
Menurut informasi, Komodo ini jumlahnya mengalami penurunan terus menerus, hal ini diakibatnya terjadi persaingan perebutan makanan dengan manusia yang sering melakukan pencurian kayu atau perburuan liar di kawasan Taman Nasional.
Dua jam kemudian kami memutuskan kembali. Karena kapal kami mengalami masalah, kami berpindah ke sebuah perahu biasa yang juga dimiliki oleh teman kami ini. Dalam perjalanan kembali ke Labuan Bajo, perahu kami sempat singgah ke pulau Kambing yang memiliki hamparan pasir putih. Di sana, kami menyempatkan berenang dan bermain snorkling.
Perjalanan hari ini bukanlah berarti kami telah menuntaskan keinginan, masih terbersih harapan suatu ketika bisa benar-benar menginjakkan kaki di tanah langsung para melata prasejarah ini di Pulau Komodo, apalagi informasi tentang beberapa spot pantai dan terumbu karangnya yang juga sangat menawan makin menguatkan kami untuk sampai ke pulau di ujung Provinsi NTT ini.
Baca keseluruhan artikel...

Kamis, 09 Desember 2010

Manggarai Barat: Menuju Ikon Dunia

View dermaga Labuan Bajo senja hari dari Puncak Waringin (picture taken 29/11/2010 18:39:36)

Bagi yang pernah singgah di Labuan Bajo, tidak akan heran bila mengetahui bahwa Labuan Bajo, ibukota dari Kabupaten Manggarai Barat ini memiliki hotel berbintang yang lebih banyak daripada hotel di Kupang, ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebuah alam yang menjanjikan wisata alam luar biasa, potensi yang mulai dilirik olah para investor baik dalam negeri maupun investor asing.

Senja hari di daerah pendinginan ikan
Kabupaten yang berada diujung pulau Flores ini memiliki kontur alam yang membuat kita mengganggukkan kepada betapa banyak potensi yang mungkin tergali dari daerah ini. Kabar terkuat belakangan ini justru dari keberadaan pulau Komodo yang sedang dalam pertarungan di dunia untuk menjadi satu dari keajaiban alam.
Sebuah pesawat bermesin baling-baling mendaratkan rodanya di bandara Komodo saat kulirik jam 09.00 WITA, aku menunggu kedatangan seseorang hampir setengah jam sampai akhirnya memastikan bahwa pesawat tiba saat keudengar bunyi sirine dari menara pengawas bandara. Ini adalah hari ketiga aku di Labuan Bajo, sebuah tugas dari kantor telah membawaku ke tempat ini. Bukan pertama kali aku kesini, tapi mungkin saat inilah waktu terpanjang aku kesini setidaknya sampai seminggu ke depan.

Pasir putih dan kawasan terumbu karang di P. Bidadari
 Walaupun lebih dari seminggu aku disini, bukan hal gampang untuk mempersiapkan perjalanan. Total sampai hari ketiga ini, aku belum melakukan perjalanan jauh. Aku hanya bolak-balik ke mampir dermaga pelabuhan atau sekedar berjalan-jalan ke arah pasar ikan. Di depan pasar ikan banyak berdiri lopo-lopo yang seharusnya digunakan untuk orang duduk-duduk tapi justru digunakan pedagang untuk berjualan makanan dan minuman. Tapi kalian harus rela menahan napas jika kendaraan berat lewat karena kondisi jalan yang rusak dan banyak timbunan tanah membuat debu tebal berterbangan begitu kendaraan besar lewat.
Kalo sore dan langit tidak terlalu mendung, maka aku akan menyempatkan diri naik ke atas bukit dimana terdapat satu tempat yang menarik untuk melihat kota Labuan Bajo, namanya Puncak Waringin. Di Puncak Waringin ini berdiri bangunan yang dibangun oleh pemerintah setempat dan sekarang tempat ini telah menjadi hotel dan restauran. Sayang sekali, padahal tempat ini sangat menarik jika dijadikan ruang publik dan tidak ada bangunan seperti hotel ini. Dari atas Puncak Waringin ini, dapat kulihat kontur Manggarai Barat yang berbukit-bukit dengan banyak pulau-pulau seperti saling menutup menjadi perairan disini terlindung dari gelombang laut. Bahkan sering sekali laut di sini terasa tenang sekali seperti air danau.

Suasana pagi hari di dermaga pelabuhan
Untunglah akhirnya aku mendapatkan sebuah motor pinjaman yang dapat kugunakan untuk berjalan-jalan sore hari sepulang tugas kantor. Perjalanan darat pertama aku mencoba menyusuri kawasan jalan menuju pantai Pede, sebuah ikon wisata lokal yang sama sekali tidak menarik menurutku. Sebuah tempat wisata lokal yang pantainya telah kotor tercemari sampah penduduk yang tinggal di perkampungan Bajo di sebelah pantai Pede.
Tapi disamping pantai Pede sendiri terdapat bangunan hotel New Bajo Beach yang tampaknya sudah lama berdiri. Beberapa bangunan lama seperti villa-villa berdinding bambu tampak menganggur dan dalam kondisi rusak, padahal dulu aku sering melihat bule (wisatawan asing) backpacker tinggal disini.
Sebuah bangunan baru juga tampak baru dibangun di sebelah kanan pantai Pede, katanya teman yang bekerja di pemerintahan, bangunan itu adalah calon hotel bintang lima. Sebuah hotel lain yang akan melengkapi keberadaan hotel berkelas lain seperti hotel Bintang Flores dan hotel Jayakarta. Dari bangunan dan jalan yang baru dibangun, tampaknya arah pembangunan hotel dan tempat hiburan akan diarahkan ke tempat ini. Bangunan-bangunan baru yang berdiri ini seperti mengisyaratkan kesiapan investor untuk menjadi daerah tujuan wisata kelas dunia. Apalagi jika pulau Komodo nantinya berhasil menjadi salah satu ikon keajaiban alam dunia.
Disepanjang jalan utama dari Labuan Bajo banyak dipenuhi hotel dan tempat-tempat yang menawarkan jasa travelling dan tempat kursus diving karena memang salah satu yang menarik dari Manggarai Barat adalah banyaknya lokasi-lokasi terumbu karang yang indah di sepanjang alur pantai di pulau-pulau.
Saya juga sempat menikmati perjalanan darat ke arah perbukitan sebelah barat Labuan Bajo dimana mengantarkan saya sampai ke tempat pendinginan ikan. Sebuah dermaga kayu kecil memanjang yang digunakan nelayan-nelayan yang akan menyetorkan ikannya ke tempat ini. Arinya begitu tenang dengan ikan-ikan warna-warni yang begitu mudah ditemui mata. Sayang sekali, sekali lagi saya menemukan pantai yang begitu banyak sampah padahal jika di tempat ini bersih dari sampah, saya akan menemukan tempat yang menarik untuk disinggahi.
Baru pada hari kedelapan, saat bersamaan tim kerja memiliki waktu longgar kita bisa merencanakan perjalanan ke luar pulau. Sebenarnya awal kita akan merencanakan perjalanan ke pulau Komodo tapi berhubung jarak tempuh yang sekitar 4 jam sedangkan hari ini ada tim yang harus kembali ke Kupang, maka kita memutuskan untuk mengunjungi pulau Rinca. Pulau Rinca adalah pulau lain yang juga menjadi habitat hidup Komodo.


Pak Arman di atas perahu memasuki Loh Buaya
  Kami menggunakan perahu motor teman bernama pak Armansyah, yang kebetulan juga memiliki sebuah kapal wisata bernama Sibanaha, sebuah perahu bergaya pinisi yang juga berfungsi sebagai penginapan terapung. Sebuah sensasi yang layak anda coba jika suatu ketika kesini, perjalanan anda ke pulau-pulau dengan pantai nan eksotis dan diving diantara terumbu-terumbu karang yang tersebar di pulau Bidadari, Seraya Besar, Seraya, Rinca, Komodo, Kanawa dan beberapa pulau lain tak akan terlupakan, apalagi menikmati makan malam berlatar matahari terbenam disebuah kapal pinisi yang tertambat di tengah laut yang begitu tenang.
Perjalanan ke pulau Rinca ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, di antara jarak itu, mata kami disuguhi landskap Manggarai Barat dan beberapa pulau yang begitu indah. Laut yang begitu tenang terbelah mesin perahu motor kami. Suara raungan moto perahu seperti tidak terdengar karena aku begitu terpaku pada setiap view yang lewat di depan mata. Setelah melewati selat Molo, sebuah tempat yang harus diwaspadai karena arus yang kadang sangat kencang, tak lama kemudian kami mulai memasuki ceruk ke dalam melewati Loh Timah menuju ke Loh Buaya.

Seekor anak komodo mengintip dari rerumputan

Komodo tertua di P. Rinca yang dipanggil the Big Boss
Loh Buaya terletak di ceruk pulau Rinca sehingga laut di sini tenang sekali, perahu kami seperti membelah sebuah kaca raksasa karena pantulan pulau-pulau begitu sempurna tergambar. Sederetan hutan bakau menyambut kami menyusul pemandangan sebuah dermaga yang bertuliskan Selamat Datang di Pulai Rinca menyambut kami. Kami melihat beberapa kano bersandar disebuah sisi perahu yang agak besar. Menurut pak Arman, kano-kano modern ini yang sering digunakan olah wisatawan asing untuk menjelahi pulau Rinca dari perairan. Sensasi petualan yang ingin saya jajal nanti.
Beberapa ekor monyet bertengger di pohon bakau menyambut kedatangan kami, dari dermaga masuk ini kami harus berjalan sekitar 400 meter menuju sebuah kawasan bangunan milik penjaga. Beberapa ekor komodo tampak tak antusias menyambut kami, setidaknya itulah yang kami inginkan, karena kami tak ingin menjadi santapan mereka. Sebuah anak komodo kecil menarik perhatianku, ukurannya yang seperti biawak dewasa tampaknya menarik apalagi dengan gerakannya yang cenderung lebih gesit dari pada induknya. Dengan ditemani seorang penjaga yang selalu memegang tongkat bercabang seperti ketapel, kami memasuki ke kawasan yang lebih dalam kami disambut beberapa ekor komodo yang ukurannya jauh lebih besar. Menurut penjaga tersebut, komodo di pulau Rinca ini ukurannya lebih kecil daripada ukuran yang ada di pulau Komodo. Sebenarnya dua habitat berbeda ukuran ini adalah satu jenis, namun berbedaan ekosistem tempat habitat mereka rupanya mempengaruhi ukuran tubuh komodo.
Sebelum kami kembali ke Labuan Bajo, kami menyempatkan diri berenang di pulau Kelor, sebuah pulau yang malah sebenarnya tidak ada pohon Kelor. Entah apa makna dari nama pulau Kelor ini. Hamparan pasir dan laut yang begitu jernih menyambut kami, kesempatan yang tidak kami sia-siakan tentunya walaupun ada yang harus kami tebus: kulit yang makin terbakar. Ah, kesenangan yang tidak tergantikan dengan hanya sebuah kulit yang terbakar matahari. Siang tidak menjadi penghalang kaki-kaki mengayuh di beningnya air Pulau Kelor.
Inilah Manggarai Barat, potensi-potensi wisata luar biasa yang terbentang dengan keterbatasan-keterbatasan infrastruktur dan prasarana seolah saling bertarung untuk menentukan: apakah Kabupaten ini berhasil mengatasi hambatan infrastruktur dan menjadi menjadikan salah satu pulaunya menjadi ikon wisata dunia ataukah menjadi sebuah kota yang nyaris menjadi tempat wisata dunia yang ditinggalkan.
Rasanya dibutuhkan hubungan yang lebih baik antara pemerintah dan komponen masyarakat yang peduli wisata di Manggarai Barat untuk membuatnya menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi. Mari kita dukung pulau Komodo menjadi salah satu keajaiban dunia.

Vote Komodo!
http://www.new7wonders.com/community/en/new7wonders/new7wonders_of_nature/voting

catatan: Jika anda tertarik untuk menyewa kapal motor "Sibanaha" yang bergaya pinisi untuk menikmati perjalanan anda di wilayah Nusa Tenggara Timur atau Nusa Tenggara Barat, silahkan hubungi saya atau pemilik langsung kapal Sibanaha.

Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya